Kamis, 19 April 2012

Tentramnya Hati

Kita akhiri sampai di sini, silahkan !, begitulah kalimat yang biasa aku dengar setelah matakuiah berakhir. dimulai dari dosen yang beranjak meninggalkan ruangan, aku pun mengikuti dengan kesegeraan yang didorong rasa lapar dan ingin segera malahap makanan, tiba-tiba saja sobatku Wahyu mengajakku untuk makan di warung yang biasa kami kunjungi, warung dengan suasana pedesaan klasik yang dihuni orang-orang yang murah senyum kepada pembelinya, warung yang paham betul makna bahwa "pembeli adalah raja", warung yang anti kemewahan namun bak surga bagiku yang tertarik akan dunia sosialis. sangatlah tentram di dadaku berada di tempat ini.

Ingin rasanya aku tunjukkan pada dunia, ini lho yang aku sebut ketentraman, ini lho yang aku sebut damai, ini lho yang aku sebut makmur, ini lho yang aku sebut cinta, ini lho yang aku sebut kenyamanan, ini lho yang aku sebut indahnya komunikasi, ini lho yang aku sebut ketulusan, dan banyak lagi ini lho yang tak mampu mengaambarkan surgaku ini.

Disinilah aku menemukan nilai-nilai luhur yang tidak sedikit orang mengabaikannya karena terlihat sepele, aku belajar arti senyum menerima duit 2000 perak untuk segelas es kelapa muda, mendengar ketulusan kata "suwun" yang menentramkan dada, hatiku selalu meronta kepadaku untuk berkunjung lagi ke tempat ini, hatiku sungguh tentram di sini. dari sinilah aku berani berkata kesuksesan itu nggak harus menjauhi keramaian.
orang lain mungkin sukses dengan pertapaannya, tapi bagiku kesuksesan adalah ketika aku mampu mengaplikasikan apa yang aku pelajari untuk menggapai kesuksesan yang lain.
\m/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar